Menceritakan
tentang beberapa murid sunan kalijaga yang terkenal juga juga turut
serta berdakwah menyebarkan ajaran islam di pulau jawa. Selamat membaca
Para murid sunan kalijaga
Sunan
kalijaga sangat memahami kebudayaan lokal masyarakat jawa. Ia
berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang pendiriannya.
Maka, mereka harus didekati secara bertahap. Ia harus bisa mengikuti
sambil mempengaruhi. Sunan kalijaga berkeyainan jika islam sudah
dipahami, maka kebiasaan lama akan hilang dengan sendirinya.
Pada
mulanya, sunan kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta
seni suara sebagai sarana dakwah. Ia adalah pencipta baju takwa,
perayaan sekatenan, grebeg maulaud, layang kalimasada, dan lakon wayang
petruk jadi raja. Bahkan, bentuk tata pusat kota berupa kraton,
alun-alun degan dua beringin, serta majid diyakini sebagai karya sunan
kalijaga.
Murid sunan kalijaga yang terkenal
Dengan
cara dakwah semacam itu ternyata hasilnya memuaskan. bakan sebagian
besar adipati di jawa memeluk islam melalui sunan kalijaga, di antaranya
dipati semarang yang terkenal sebagai ki ageng pandanaran, adipati
kartasura, kebumen, banyu mas, serta pajang (kota gede, jogja)
Adipati
semarang yang termansyur dengan nama ki ageng pandaran meninggalkan
singgasananya karena tertarik terhadap ajaran islam yang disampaikan
oleh Sunan Kalijaga. pada 1512 m, ia menyerahkan tampuk pemerintahannya
kepada adik laki-lakinya. ia bersama istrinya mengundurkan diri dari
kekuasaan. Pasangan bangsawan bangsawan jawa ini berkelana mencari
ketenangan batin sembari mendakwahkan islam.
Seusai
berpetualangan, ki pandanaran dan istrinya bekerja pada seorang wanita
pegdang beras di wedi, klaten, jawa tengah. Akhirnya, mereka
menetapsebagai guru mengaji di tembayat. Di sana, selama dua puluh lima
tahun, ki pandanaran hidup sebagai orang suci dengan sebutan Sunan
Tembayat. pada tahun 1537 M, ia wafat dan dimakamkan di sana. Bangunan
kompleks makam sunan tembayat terbuat dari batu berukir, menyerupai
bentuk candi bentar di jawa timur dan pura di bali.
pada
prasasti makam sunan tembayat tertulis bahwa makam ini pertama kali
dipugar pada 1566 M. oleh raja pajang, sultan Hadiwijaya. Kemudian, pada
tahun 1633 m, sultan agung mataram memperluas dan memperintah bangunan
makam sunan tembayat. Cerita tentang kesaktian orang suci dari semarang
yang dimakamkan di tembayat sudah beredar di kalangan masyarakat jawa
sejak pertengahan abad ke 17.
Murid sunan kalihjaga yang terknal lainnya
Murid
sunan kalijaga yang terkenal selain sunan tembayat, ada lagi murid
lainnya yang bernama sunan geseng. Sebenarnya nama asli petani penyadap
nira ini adalah ki cokrojoyo. Suatu hari dalam pengembaraannya, sunan
kalijaga terpikat pada suara merdu ki cokro yang bernanyi setelah
menyadap nira. Ia meminta ki cokro mengganti syair lagunya dengan dzikir
kepada Allah. Ketika ki cokoro berdzikir, gula yang dibuatnya dari nira
berubah jadi emas secara mendandak. Petani ini sangat heran sehingga
ingin berguru kepada sunan kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati calon
muridnya, sunan kalijaga menyuruh ki cokro berdzikir tanpa berhenti
sebelum ia datang lagi.
Setahun
kemudian, sunan kaligaja teringat ki cokro. Kemudian ia memerintahkan
kepada para muridnya untuk mencari ki cokro yang berdzikir di tengah
hutan. Mereka kesulitan menemukannya karena tempat berdzikir ki cokro
telah berubah menjadi padang ilalang dan semak belukar. Maka, para murid
sunan kalijogo harus membakar padang ilalang. Ki cokro tampak bersujud
ke arah kiblat. Tubuhnya hangus dimakan api, tapi penyadap nira ini
masih buar dan mulutnya terus berdzikir. Sunan kalijaga membangukannya
dan memberi nama sunan geseng.
Sunan
geseng menyebarkan agama islam di desa jatinom, sekitar 10 kim dari kota
kleteng ke arah utara. Penduduk jatinom mengenalknya dengan sebutan ki
ageng gribik. julukan itu berangkat dari pilihannya untuk tinggal di
rumah beratap gribik yang berasal dari anyaman daun nyiur. menurut
legenda setempat, ketika ki ageng gribik pulang menunaikan ibadah haji,
ia melihat penduduk jatinom kelaparan. Lalu ia membawa sepotong kue
apem. kue tersebut dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan.
ternyata, semua orang mendapat bagian kue itu.
Ki ageng gribik
meminta warga yang kelaparan untuk memakan secuil kue apem seraya
mengucapkan dizikir ya Qowiyyu (Allah Maha Kuat). Akhirnya, mereka pun
kenyang dan sehat. Kini masyarakat jatinom terus menghidupkan legenda ki
ageng gribik dengan menyelenggarakan upacara Ya Qowiiyyu pada setiap
bulan shafar.Warga membuat kue apem, lalu disetorkan ke masjid. jumlah apem yang terkumpul bisa mencapai ratusan ribu. Beratnya sekitar 40 tin jika ditotal. Puncak upacara berlangsung sesusai shalat jumat. Dari menara masjid kue apem disebarkan oleh para santri sambil berzikir Ya Qowiyyu. Dan ribuan orang yang menghadiri upacara memperebutkan apem secara bergotong royong.
Itulah penjelasan beberapa nama murid sunan kalijaga yang terkenal, semoga dapat menambah wawasan kamu tentang seluk beluk wali songo, khususnya yang berhubungan dengan kisah sunan kalijaga.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar