Cerita Sunan Drajat
Cerita
islami ini mengisahkan tentang salah satu wali songo di jawa, yaitu
cerita Sunan Drajat. Beliau merupakan keturunan dari Sunan ampel. Beliau
merupakan wali songo yang berdawah di pesisir utara pulau jawa,
tepatnya di jawa timur. Ikut cerita lengkap asal usul dari sunan drajat,
dan awal mula perjalanan dakwahnya di bawah ini.
Kisah asal usul Sunan Drajat
Sunan
ampel menikah dengan Nyi Ageng Manila atau Dewi Candrawati, dari
pernikahan tersebut lahirkan seorang putra bernama Raden Qasim. Raden
Qasim merupakan adik dari Raden Makhdum yang juga dikenal sebagai Sunan
Bonang. Raden Qasim menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja di kampung
hamalamannya yaitu di Ampeldenta, surabaya. Pada suatu ketika Sunan
ampel memerintahkan agar raden makhdum atau kakak dari Raden Qasim untuk
berangkat ke daerah tuban untuk mengembangkan dakwah di sana. Kemudian
setelah raden menjadi dewasa, ia ingin mengikuti jejak dari kakaknya
untuk menyebarkan agama islam.
Kisah sunan drajat berdakwah di pesisir utara jawa timur
Suatu
ketika sunan ampel atau ayah dari Raden Qasim memanggil Raden Qasim dan
berkata kepadanya “wahai anakku qasim, engkau kini telah dewasa. ilmu
agama yang kamu miliki pun sudah cukup untuk dijadikan berkal berdakwah.
ayah sudah menugaskan kakakmu, raden makhdum untuk berangkat ke Tuban.
Ayah mendengar kakakmu sudah berhasil mengembangkan islam di sana. Ayah
juga berharap kamu membantu para ulama untuk berdakwah di jawa”
Mendengar
perkataaan ayahnya tersebut, Raden Qasim tidak segera menjawabnya. Ia
sedang memikikirkan sesuatu. sebenarnya ia sudah lama ingin mengikuti
jejak kakaknya. Ia ingin menyusul kakaknya untuk membantu berdakwah di
Tuban. Kemudia Raden Qasim berkata
“saya ingin membantu kakak makhdum di Tuban, ayahanda,”
Mendengar jawaban anaknya tersebut, sunan ampel tersebut kemudian berkata kepada anaknya, “mengapa kamu harus membantu kakakmu di sana? pada ayah ingin memerintahkanmu ke arah timur. Di tempat itu, islam belum menyentuhnya sama sekali”
Mendengar jawaban anaknya tersebut, sunan ampel tersebut kemudian berkata kepada anaknya, “mengapa kamu harus membantu kakakmu di sana? pada ayah ingin memerintahkanmu ke arah timur. Di tempat itu, islam belum menyentuhnya sama sekali”
Ke timur? jawab Raden Qasim
iya, apakah kamu keberatan, anakku?
iya, apakah kamu keberatan, anakku?
Saya rasa berat akalu ke timur, ayahanda, sebab ajaran hidu masih kental sekali di sana”
“benar, ajaran hindu memang masih kental sekali di sana, lalu menurutmu, kamu cocok berdakwah di mana?
“kalau diizinkan, saya ingin berdakwah di daerah surabaya atau tuban, ayahanda?
“kalau begitu”, sunan ampel menghentikan kata-katanya untuk berpikir sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya,
“bagaimana kalu kamu berdakwah di daerah pesisir utara antara gresik dan tuban?”
Raden
Qasim pun setuju dengan usual ayahnya. Kemudian pada hari yang telah
ditentukan, ia bersama para santri sunan ampel berlayar menggunakan
perahu. Dari kalimas, perahu itu keluar berbelok ke kiri menuju gresik.
Ketika sampai di gresik, ia singgah terlebih dahulu di giri kedaton
untuk bersilahturahmi kepada sunan giri.
Berkatalah
Raden Qasim kepada sunan giri “saya ditugaskan oleh ayahanda untuk
pergi ke daerah pesisir utara agar mengikuti jejak kakak makhdum.
Sunan
giri pun mendengar kabar itu dengan senang hati. ia sangat mendukung
niat baik putrai sunan ampel tersebut. Karena itu, sunan giri memberi
nasihat yang diperlukan oleh Raden Qasim.
“Nanti,
kamu akan berhadapan dengan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan
sehari-hari.. Di sana, agama hindu dan budha masih kental. Karena itu,
kamu harus bisa membaur dengan mereka. Jangan sekali kali kamu
menyinggung hati mereka. Kalau kamu menyinggung hati mereka, maka dakwah
yang kamu lakukan tentu sulit diterima oleh mereka” kata sunan giri
berkata pada Raden Qasim.
Sunan giri
memberikan banyak nasihat kepada Raden Qasim tentang berbagai hal yang
diperlukan untuk persiapan sebelum terjun langsung menyebar agama islam
kepada masyarakat. Setelah itu, Raden Qasim pun berpamitan. Ia berangkat
menggunakan peralu layar.
Cerita sunan drajat, Setelah beberapa waktu perahu Raden Qasim berlayar, tiba tiba angin dan badai menyerang perahu Raden Qasim.
Perahu yang ditumpangi oleh Raden Qasim pecah, kemudia ia dan para santri yang menemaninya berenang menuju ke tepian. Alhamdulillah mereka bisa berenang dengan selamat sampai di sebuah desa. Yang pada akhirnya nanti, desa tersebut dinamai desa ciciran yang berarti perahu yang terdampak. Selanjutnya nama desa tersebut disempurnakan menjadi paciran, yaitu sebuah kota yang terletan di utara jawa timur.
Perahu yang ditumpangi oleh Raden Qasim pecah, kemudia ia dan para santri yang menemaninya berenang menuju ke tepian. Alhamdulillah mereka bisa berenang dengan selamat sampai di sebuah desa. Yang pada akhirnya nanti, desa tersebut dinamai desa ciciran yang berarti perahu yang terdampak. Selanjutnya nama desa tersebut disempurnakan menjadi paciran, yaitu sebuah kota yang terletan di utara jawa timur.
Setelah
beristirahat beberapa saat, dan berkenalan dengan para penduduk
setempat, raden qasim mendapat informasi bahwa Tuban masih berada di
sebelah barat desa paciran. mereka membutuhkan waktu setengah hari untuk
menempuhnya dengan perahu. Akhirnya ia memutuskan jika mereka tidak
meneruskan perjalanan ke Tuban, tetapi berjalan ke arah timur. Llau
mereka singgah di sebuah desa yang bernama Jelag. Di tempat itu, ia
diterima dengan baik oleh masyarakat setempat.
Sebelum
memberikan ajaran islam yang sebenarnya, Raden Qasim melakukan
pendekatan kepada nelayan dengan memberikan ilmu pengetahuan. Ia juga
menjelaskan beberapa jenis ikan yang berbahaya jika dikonsumsi. umumnya
para nelayan sering mendapatkannya di laut, mereka senang menangkapnya,
namun mereka tidak suka memakannya.
Raden
Qasim yang merasa yang melihat ikan itu mati sia-sia. Maka, ia memberi
keterangan bahwa daging ikan talang mengandung racun. Jika dimakan akan
menimbulkan penyakit kulit, misalnya kadas dan sejenisnya. Karena itu,
jika para nelayan mendapati ikan talang, sebaiknya ikan tersebut
dikembalikan saja ke laut agar terus hidup dari pada mati ketik sampai
di pantai.
Raden Qasim juga
menerangkan bahwa ikan buntek mengandung racun. Seseorang bisa mati jika
memakannya. Begitu juga ikan mmi yang berbentuk seperti topi prajurit.
Tidak apa apa jika hanya telurnya yang dimakan. Namun jika ikan itu
dimakan sampai ususnya, maka akan menimbulkan keracunan bagi yang
mengkonsumsinya,
“Ikan talang itu
termasuk ikan yang cerdik. Jangan kalian tangkap dan bunuuh. Sebab, ada
seseorang yang pernah terapung di laut, lalu ia selamat berkat
pertolongan ikan talang. Caranya, ikan talah menaruh tubuh orang
tersebut di atas kepalanya, lalu membawanya berenang sampai ke tepian.
Kalian adalah pelaut, bisa saja perahu kalian karam di sana. jika ada
ikan talang, maka kalian dapat ditolong,” kata Raden Qasim.
Akhirnya,
penduduk setempat menganggap Raden Qasim padai dalam bidang kelautan,
sehingga mereka pun segan. Nasihatnya selalu dituruti dan dipatuhi oleh
mereka.
Dalam menyiarkan agama islam,
Raden Qasim tidak langsung menerapkan syariat. ia menyadari jika orang
awa, diberi syariat. maka mereka tentu akan tidak sudi mendekati islam.
Namun, hal yang pertama kali ditekankan adalah pembinaan akhlak. Di desa
jelag, satu persatu orang datangn dan berguru kepadanya. Sebab, ilmu
yang diajarkannya adalah filsafat jawa yang dipadu dengan islam, yaitu
tentang pentingnya berakhlak baik. Raden Qasim juga menciptakan tembang
untuk sarana membantu budi pekerti luhur.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar